Masa Depan Suram bagi Amfibi... dan Bumi Kita?
Berdasarkan penelitian terbaru, diketahui bahwa hewan-hewan amfibi di dunia menghadapi ancaman lingkungan yang bisa memusnahkan mereka. Sekitar 122 spesies amfibi bahkan telah punah sejak tahun 1980, dan sepertiga dari yang tersisa sudah sangat sulit ditemukan.
Padahal menurut para ilmuwan, hewan-hewan ini merupakan indikator yang akurat untuk mengetahui apakah lingkungan yang kita tempati bebas dari polusi dan masih sehat.
Adalah Global Amphibian Assessment, suatu badan pekerja yang terdiri dari lebih 500 peneliti, yang mempublikasikan penelitian mereka tentang amfibi di journal Science. Penelitian itu dilengkapi data-data dari Conservation International, IUCN-The World Conservation Union, dan NatureServe sehingga layak dipercaya.
Disebutkan, saat ini ada 5.743 jenis hewan amfibi --atau hewan yang hidup di darat dan air-- termasuk katak, kodok, salamander dan caecilian atau amfibi yang tidak berkaki. Mereka tersebar di seluruh penjuru Bumi kecuali di kutub.
Dari semua itu, sekitar 1.856 jenis --atau hampir sepertiganya-- berada dalam kondisi terancam punah. Setidaknya sembilan spesies sudah tidak pernah terlihat dan nyaris terlupakan sejak tahun 1980, yakni masa dimana beberapa spesies mulai hilang. Sedangkan 113 jenis amfibi lain yang benar-benar tidak lagi terlihat di alam selama bertahun-tahun, diduga sudah punah.
Populasi kodok Harlequin (Atelopus varius) yang makin menurun di Amerika Selatan akibat penyakit chytridiomycosis. Menurut para ilmuwan, 43 persen dari semua hewan amfibi mengalami penurunan populasi, 27 persen stabil, di bawah satu persen berkembang biak, dan status sisanya tidak diketahui.
Mereka menggambarkan amfibi sebagai "kenari di tambang batu bara" yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya gas-gas beracun. Amfibi memiliki kulit yang amat sensitif terhadap perubahan lingkungan, termasuk kualitas air dan udara.
"Amfibi adalah salah satu indikator terbaik untuk menentukan kesehatan suatu lingkungan," kata Russell Mittermeier, presiden Conservation International. "Artinya penurunan populasi mereka secara drastis sebenarnya merupakan peringatan bahwa kita sedang berada dalam periode dimana kualitas lingkungan mulai memburuk."
Sementara itu, Achim Steiner, direktur jenderal IUCN mengatakan, "Kenyataan bahwa sepertiga amfibi sedang mengalami penurunan populasi yang serius, memberi tahu bahwa dunia sedang bergerak menuju kemusnahan epidemik."
Daftar merah spesies yang terancam IUCN menyatakan 12 persen dari seluruh burung dan 23 persen mamalia beresiko menjadi punah, sedangkan untuk jenis amfibi, angka resiko punah ini mencapai 32 persen.
Banyak jenis amfibi yang mulai langka dan terlupakan, termasuk jenis-jenis salamander ini. Colombia, Mexico, Ekuador, Brazil dan China masing-masing memiliki berbagai jenis spesies amfibi yang terancam punah, sementara 92 persen amfibi di Haiti berada dalam kondisi memprihatinkan.
Penyebab kondisi ini bermacam-macam. Suatu penyakit mematikan yang disebut chytridiomycosis diketahui menyerang banyak amfibi di Amerika, Karibia, dan Australia. Sedangkan di tempat lain, penurunan jumlah anfibi disebabkan karena perubahan iklim, perusakan habitat, pencemaran, dan penangkapan oleh manusia.
Padahal, sekali lagi, karena hewan amfibi tergantung pada air dan langsung merasakan efek polusi sebelum hewan lain atau manusia merasakannya, maka penurunan populasi mereka secara cepat seharusnya menyadarkan kita bahwa sistem pendukung kehidupan di Bumi kita ini sedang sakit. Dan bila itu tidak diobati, maka kita pun barangkali akan menunggu giliran untuk punah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar